Posted in Kajian, Tanya Jawab

Membayar Fidyah karena Tidak Meng-qadha Puasa hingga Ramadhan Berikutnya


Ada orang yang bertanya pada saya, “Bagaimana hukumnya jika seseorang tidak bisa puasa pada bulan Ramadhan karena hamil dan melahirkan, lalu belum sempat untuk membayar puasa pada tahun tersebut sampai bertemu dengan Ramadhan selanjutnya dikarenakan menyusui selama 2 tahun?

Hal itu selalu berulang karena ia selalu melahirkan anak setiap 3 tahun sekali? Apakah cukup membayar (qadha) puasa saja, ataukah harus dibarengi membayar fidyah?

Saya terdiam sebentar, mencoba memahami fakta yang digambarkan. Saya teringat pada salah satu diktat kuliah di tingkat 1 dulu di Azhar, bahwa disebutkan jika seseorang tidak meng-qadha puasa sehingga datang Ramadhan berikutnya tanpa ada udzur maka ia diwajibkan untuk meng-qadha dan membayar fidyah.

Jika pada tahun depannya lagi ia belum juga meng-qadha puasanya pada Ramadhan tahun lalu, maka ia wajib membayarkan fidyah 2 kali untuk tahun berikutnya. Singkatnya, kewajiban fidyah itu selalu bertambah dengan bertambahnya tahun, jika belum diqadha dan tanpa ada udzur.

Namun, hal ini berbeda dengan kondisi seseorang yang tidak bisa meng-qadha puasanya karena ada udzur, maka ia tidak diwajibkan membayar fidyah. Hanya cukup meng-qadha puasanya saja.

Ini juga disebutkan oleh Imam Nawawi di kitabnya Al-Majmu’ yang merupakan syarah dari kitab Al-Muhadzzab karyanya Imam Asy-Syirazi.

Beliau mengatakan dalam Al-Majmu’ (6/412, Cet. Maktabah Al-Irsyad)


(فرع) في مذاهب العلماء فيمن أخر قضاء رمضان بغير عذر حتى دخل رمضان آخر

(Pasal) Madzhab ulama tentang orang yang mengakhirkan qadha puasa Ramadhan tanpa ada udzur hingga masuk ke Ramadhan selanjutnya.

قد ذكرنا أن مذهبنا أنه يلزمه صوم رمضان الحاضر ثم يقضى الأول ويلزمه عن كل يوم فدية، وهى مد من طعام، وبهذا قال ابن عباس وأبو هريرة وعطاء بن أبي رباح والقاسم بن محمد والزهرى والأوزاعي. ومالك والثورى وأحمد واسحاق، الا أن الثوري قال: الفدية مدان عن كل يوم، وقال الحسن البصرى وابراهيم النخعي وأبو حنيفة والمزنى وداود: يقضيه ولا فدية عليه.


Telah disebutkan bahwa dalam mazhab kami mengharuskan seseorang untuk puasa pada Ramadhan tahun tersebut, meng-qadha Ramadhan tahun lalu, dan membayar fidyah untuk setiap hari (yang ia tidak berpuasa). Fidyah adalah ukuran untuk 1 mud makanan.

Ini adalah pendapat Ibnu Abbas, Abu Hurairah, Atha bin Abi Rabaah, Al-Qasim bin Muhammad, Az-Zuhri, Al-‘Auza’i, Malik, Ats-Tsauri, Ahmad, dan Ishaq. Hanya saja Ats-Tsauri mengatakan bahwa: ukuran fidyah itu 2 mud untuk setiap hari. Sementara Hasan Al-Bashri, Ibrahim An-Nakhai, Abu Hanifah, Al-Muzani, dan Daud berpendapat bahwa: ia cukup meng-qadha puasa tanpa membayar fidyah.


أما اذا دام سفره ومرضه ونحوهما من الأعذار حتى دخل رمضان الثاني فمذهبنا أنه رمضان الحاضر ثم يقضى الأول ولا فدية عليه لأنه معذور، وحكاه ابن المنذر عن طاوس والحسن البصري والنخعى وحماد بن أبي سليمان والأوزاعي ومالك وأحمد واسحاق، وهو مذهب أبي حنيفة والمزني وداود.


Adapun jika safarnya dan sakitnya berkelanjutan, begitu juga dengan udzur-udzur yang lain (jika berkelanjutan) hingga masuk ke Ramadhan berikutnya, maka mazhab kami menetapkan agar ia berpuasa pada Ramadhan tahun itu, meng-qadha Ramadhan tahun lalu, dan tidak membayarkan fidyah karena dia dalam keadaan udzur.

Ini merupakan pendapat Ibnu Mundzir dari Thawus, Hasan Al-Bashri, An-Nakhai, Hammad bin Abi Sulaiman, Al-‘Auza’i, Malik, Ahmad, dan Ishaq. Ini juga merupakan pendapat Anu Hanifah, Al-Muzani, dan Daud.

Dari sini, kita bisa mengambil kesimpulan bahwa:

1. Jika seseorang memiliki utang puasa dan dia tidak membayarnya hingga masuk ke Ramadhan berikutnya tanpa ada udzur (misal: karena terus menunda-nunda saja), maka ia wajib berpuasa pada Ramadhan tahun itu, meng-qadha puasa setelah Ramadhan untuk tahun lalu, dan membayar fidyah sebanyak hari yang dia tidak puasa dengan takaran 1 mud/hari.

2. Namun, jika ia tidak meng-qadha puasa tahun lalu sampai bertemu Ramadhan berikutnya karena ada udzur seperti sakit, safar, dll (nifas, melahirkan, hamil), maka ia hanya wajib berpuasa Ramadhan tahun tersebut dan meng-qadha Ramadhan tahun lalu saja. Tidak perlu membayarkan fidyah.

Karena fidyah itu sebenarnya dibebankan karena “kelalaian“nya tidak meng-qadha puasa pada tahun ditinggalkannya padahal ia sanggup untuk berpuasa.

Wallahu a’lam bis-shawab.

Leave a comment